Sunday, December 31, 2017

Sulamannya Cemprut Desember...!!!

Jadi sepertinya sulam-menyulam jadi kegiatan rutin (baca: sering dibikin dalam sebulan, soalnya biasanya musiman doang niat nya 😅) Bu Cemprut sekarang ini, jadi boleh lah diabadikan di blog sini 😊   Nyatanya ternyata, dari sekian banyak kegiatan crafting yang aku kerjakan, menyulam (dan weaving) adalah kegiatan crafting yang bisa menciptakan 'zen time', waktu tenang dan nyaman 👌😊 

Biasanya kalau bikin project craft tertentu, aku selalu mondar-mandir kesana kemari, karena butuh banyak bahan, dibeberapa tempat, byayakan lah 😁 Nah, kalo nyulam ini, selagi semua alat sudah ada di pouch nya, jarum, benang, gunting, pensil, semua aman, tinggal duduk, nyulam dan lupa waktu deh 👌😚


Ini nyelesein sulaman yang waktu Sambil Menyulam Minum Air di Hover Cafe, mo nyulam Si Rambo, Ayam warna-warni yang aku gambar, yang rencananya buat desain Scarf nya Kelambi selanjutnya 😊


Ini project Kolaborasi Bapak & Ibu Cemprut, huuh haaah banget yaaa nyeleseinnya, haha 😅😆 Semoga terus semangat nyulamnya, biar nanti cepet dapet jalan mamerinnya 🙋


Yang ini karena masih berasa demam Coco, hihi 😚 Dari dulu memang suka sama Sugar Skull, karena kayak mewakili 2 rasa gitu, serem dan cute 😅 Jadi mumupung masih demam Coco, segera dieksekusi aja sulamannya. Cukup gampang sih nyulamnya, karena part nya kecil-kecil, yang lama itu mulai ngegambar printilan kecil-kecilnya, hihi 😋 


Yang ini project nyulam iseng ngabisin benang-bennag sisa. Karena benangnya cuman kecil-kecil, jadi cuman bisa buat nyulam satu garis-garis aja. Jadinya disulamin ke foto-foto jadul aja biar tambah warna-warni, dan terpilihlah foto masa muda kami berdua yang masih culun dan kuyus, hihi 🙈🙈🙈


Semoga tahun depan bisa lebih semangat menyulamnya, juga menyebar virus menyulamnya ke banyak orang, biar jari nya nggak keriting sendirian, haha 😜


Wednesday, December 27, 2017

Kenalan sama Folksy Magazine...!!!

Begitu tau Folksy, aku langsung jatuh hati 😍  Biasanya yang bikin aku suka pertama itu visualnya, apa yang dilihat, tapi yang ini apa yang aku 'rasa' lebih banyakan porsinya 😁 Kalau udah berbau indie movement, aku langsung naikan derajatnya satu tingkat, haha 😄 Karena semangatnya pasti membara luar biasa, buat bisa mulai, ngejalanin dan mempertahankan sesuai dengan semangat independent masing-masing mereka, dan Folksy Magazine adalah salah satu nya 👌😌

Anak-anak Jogja ini tak gentar dengan 'keterbatasan'nya, justru malah dari situ mereka tambah semangat buat nuangin ide-ide dan unek-unek mereka dalam satu zine. Folksy kece menurut aku karena isi kontennya gado-gado tapi nggak pasaran. Banyak ngebahas tentang hal-hal yang lagi trend diranah yang secluded, nah loh gimana tuh, hihi, yang pada akhirnya jadi cukup eksklusif buatku 😊


Nah, biar lebih kenal deket lagi, aku sempet tanya-tanya Lucia Bertha dedengkotnya Folksy, yuks simak ajah 🙋


Awalnya tercetus dibikinnya Folksy tuh gimana sih? Apa ide awalnya?

Awal tercetusnya agak lupa karena itu dulu aku masih bekerja sebagai Project Manager di sebuah art management di Jogja terus pernah bikin craft zine namanya Magic Fingers zine pas di MFS (begitu MFS vakum, zinenya juga udah nggak terbit lagi) terus ada yang nanya tentang Magic Fingers zine, aku pikir mungkin aku harus bikin lagi tapi pake nama lain biar nggak jadi bahan gono gini dengan anak MFS karena kali ini aku bikinnya sendirian (nggak bawa nama MFS lagi) hahaha. Akhirnya tercetuslah Folksy zine di tahun 2014, waktu itu aku mau menerbitkan folksy pas momen acara jogja zine fair, jadilah juli 2014 pas acara itu folksy edisi 1 terbit. 


Semangat apa yang mau dibawa?

Semangatnya awalnya dari aku suka crafting, handmade gitu, mau mengkampanyekan DIY, mengisi artikel dengan segala hal tentang handmade. Tapi makin lama aku merasa harus diubah karakter majalah folksy agar folksy nanti tidak menjadi majalah hobi yang kebanyakan tutorial doang, jadinya aku merambah ke banyak hal (fashion, ilustrasi, cooking, creative business) dan menjadikan folksy sebagai majalah gaya hidup, karena handmade sendiri sebenarnya ada di setiap kehidupan kita (sudah menjadi gaya hidup). 


Siapa aja orang-orang dibaliknya? Trus kalian kan kerja Tim nih, pembagian tugasnya sesuai kebisaan masing-masing, ato asal siapa yg selo aja, ato gimana?

Folksy memiliki tim 11 orang, dan tidak semuanya ada di Jogja, tapi ada di Jakarta, Solo dan Bali juga. Anak Folksy tidak terlalu suka dipublish dan dikenal namanya haha jadi aku nggak bisa kasi rincian siapa aja :p

Pembagian tugas, hmm, kita selalu ada meeting besar setiap bulan, dan di meeting itu kami merancang 2 edisi sekaligus, dengan pembagian tugas sesuai posisi dan jobdesknya. Mereka boleh mengerjakan kapan saja asal selesai sebelum deadline. Pembagian tugas akan dihandle oleh Managing Director, lalu diteruskan ke Art Director (bersama tim ilustrasi) untuk mengurus konten artwork; tim fotografer beserta tim writers untuk mengurus artikel yang memerlukan foto dan peliputan langsung; dan tim kreatif yang mengurus konten tutorial. Baru setelah terkumpul semua, hasilnya dikirimkan ke aku sebagai Creative Director untuk diulas bersama Art Director dan layout desainer. Seperti itulah kira-kira alur tugas kami.


Ada cerita seru, sedih, seneng nggak pas kerja bareng-bareng? ( karena beberapa teman ada yang bikin bukunya sendiri, jadi pertanyaan ini buat pembanding :) )

Seneng dong kalau bikin bareng karena kalau aku sendiri nggak akan bisa selesai, banyak hal yang harus dikerjakan oleh beberapa orang. Cerita serunya mungkin di aku yang paling merasakan karena aku menghandle 10 orang dengan 10 sifat berbeda, bayangkan! Ada saat mereka cocok, ada saat juga mereka saling nggak cocok, itu jadi bahan sehari-hari, tapi mereka selalu cerita ke aku dan aku juga coba untuk kasi tahu ke semua untuk bisa kompak bekerjasama dalam tim. Serunya lagi entah kenapa ya tim aku seperti terseleksi oleh alam, jadi karakternya Folksy itu nggak perlu lagi aku ajarkan atau aku kasih tau, mereka dalam kehidupan sehari-hari saja sudah "folksy" banget, dan sering kompakan untuk hal yang spontan seperti favoritnya memang yang colorful, artwork dan outfit yang disukai juga colorful, quirky gitu, pokoknya kalau pernah baca folksy dan lihat fashion spread di majalah kita nah seperti itu gaya anak-anak Folksy hehehe.


Sekarang ini banyak media yg beralih ke digital, Folksy tak gentar ya kayaknya tetep di media cetaak, apa alasannya?

Ini adalah pertanyaan yang berkali-kali disampaikan ke Folksy, jawaban kami masih sama, kami tetap akan bertahan dengan bentuk cetak #printisnotdead. Alasannya karena momen selesai tercetaknya Folksy itu paling kami tunggu. Kami tak sabar untuk melihat hasil jadinya, menyentuh tekstur kertasnya satu demi satu (kami dulu agak rewel memilih kertas yng oke untuk majalah), melihat karya kami dalam versi cetak jadinya seperti apa, bau kertas yang sedap, semuanya! Momen paling menyenangkan ya di bagian itu, menunggu majalah Folksy keluar dari percetakan.


Yang aku suka dari anak-anak Folksy, bukan cuma sibuk bikin majalah aja, tapi semangat mereka juga disalurkan di bikin gigs seru macam bazaar, talk show, workshop, masih sisa aja semangatnya ya kalian 👊 Naaaah...tambah penasyaran nggak tuh sama Folksy 😉 Sila kalian yang mau beli Folksy bisa langsung cusss ke SINI !!! Semangat terus ya Folksy Magazine, Lucia dan semua yang ada di Folksy 🙋🙋🙋

PS: semua gambar diunduh dari IG @folksymagazine 🙋


Tuesday, December 26, 2017

The Cloud City...!!!

Sambil ngisi liburan, bisa main cat-cat an sama anak, ponakan, tetangga, temen atau main sendiri ajah 😁 Ambil botol-botol, jar dan kardus bekas, langsung aja warnain pakai cat akrilik atau cat tembok. Kalau mau lebih awet bisa dilapisin dengan varnish 😊 

Yang ini aku pakai cat tembok, karena masih ada sisa cat tembok warna-warni hasil adukan Bapak Cemprut pas kemarin ngemural. Suka sama warnanya, karena jadinya doff 😊 Karena memang bukan cat khusus buat bisa nyerap di plastik atau kaca, jadi memang agak kurang awet, karena gampang ngelupas kalau kepentok atau lecet. Tapi it's okay buat aku, jadi biar ada alesan buat nge cat ulang lagi, hihi 😜


Kalau digabungin bisa jadi mainan bongkar pasang gedung 👌🏻☺️  Sila dikasih track jalan sendiri, ditambahin awan-awan dari dakron yang diulet-uletin sama benang buat digantung, bisa jadi kota tempat nongkrongnya mainan figurin-figuri koleksi atau Pez Bon Bon, hehe 😁


Ini ngecat nya buru-buru & nggak rapi, karena ditungguin sama para krucils anak tetangga 😁 Blom kering udah dipegang-pegang, digotong sana-sini, ditumpuk-tumpuk, sampai didudukin 😅


Mayan kan, simple, gak kluar banyak uang, tapi dah bisa bikin seneng orang lain 👌🏻☺️ Selamat mencoba man teman 🙋


The Paper Lamp...!!!

Happy Holiday teman-teman 🙋 Selamat merayakan hari besar buat teman-teman yang merayakan, selamat liburan buat anak-anak sekolah, selamat berkumpul sama keluarga buat yang ngambil cuti, yang kerja tetep semangat yaaaa, haha, nyemangatin diri sendiri nih 😅😄 


Liburan kemarin kepikiran buat main-main kertas lagi, potong, lipat, lem dan tada 😊 Bikin project simple yang nyenengin hati, nggak begitu ambisius tapi tetep ngerangsang otak kreatifnya jalan terus. Biasanya kalo nggak dikasih triger kecil gitu suka malah stuck 😅  dah dah, enough for the bla bla bla, mari kita bikin Paper Lamp warna-warni 🙋




Yang kamu perluin: Kertas warna-warni, boleh kertas apa aja, kalau aku pakai sticky notes, karena dalam tumpukan kecil ada banyak warna, hihi, ketebalan kertasnya juga pas, lebih tebel dari kertas lipat biasa 😊 Gunting, lem, pembolong kertas, tali, tapes & kapur in case kalo mo dibikin kayak aku 👌😊


Pertama ambil kertas warna, besarnya kamu sesuaikan aja, aku butuhnya jadinya kecil-kecil aja, jadi cukup dengan kertas persegi seukuran sekitar 5 x 5 cm. Lipat 2 kali sampai diketebalan & lebar yang dipengen 👌



Pakai alat bantu yang berbentuk silinder buat membentuk lingkaran. Disini aku pakai badan lem, cari saja yang diameternya sesuai sama panjang kertas. Jangan lupa harus ada sisa kertas diatasnya buat di lem. Sisa kertasnya jangan terlalu pendek, tapi juga jangan terlalu panjang 👌



Sekarang bikin bagian atasnya, lipat kertas dengan lebar dan panjang yang lebih kecil dari lipatan badan lampu sebelumnya. Setelah dilipat, coba lingkarin aja ke bagian ujung atas badan lampu, dikira-kira aja sepanjang apa pasnya, disesuaikan sahaja 👌 Kedua ujungnya lubangi pakai pembolong kertas, setelahnya tekuk melingkar dan di lem dikedua ujungnya 👌



Lem bagian pinggir ujung atas badan lampu, lalu masukkan kertas bagian atasnya, pastikan kedua lubangnya ada disisi kanan kiri badan lampu, supaya tali bisa masuk. Tips nya, bagian ujung atas lipatan badan lampu, biarkan agak tinggi, asal nggak nyembul, karena lipatan itu yang akan menahan talinya, biar keset saat dimasukkan tali, jadi nggak lolos-lolos kalau udah dirangkai dalam satu tali 👌😉



Dan Voila !!! Rangkaian Paper Lamp nya sudah siap dipasang, sila pasang memangjang, atau ditekuk-tekuk, atau membentang disudut tembok kamar, atau di jendela, atau bisa diubet mengelilingi badan kamu, haiiishhhh apa seeeeh 👌😜


Karena masih berhawa Natal, maka aku pasang Paper Lamp nya buat menghias pohon 😊 Aku gambar pakai kapur di tembok teras rumah yang aku cat pakai cat Black Board. Eh, it's a good idea loh nge cat salah satu sisi tembok rumah kamu dengan cat black board, karena bisa jadi Statement Wall mu yang bisa disesuaikan dengan season yang ada, tinggal di corat-coret pakai kapur dan ditempeli macam-macam, ya kaaan 👌😉 Atau kalau nggak mau gelap sekarang banyak warna lainnya kok, kalau susah bisa pakai Cat Minyak yang Doff, hasil corat-coret kapurnya bisa dihapus dengan lap basah 😊 Silahkan dicoba teman, semoga menginspirasi 🙋


Monday, December 25, 2017

Family Photo Diorama...!!!

Habis nonton Coco kemarin, jadi keinget sama keluarga di Rembang. Kalo keluarga Miguel melarang ada musik dihidup mereka, kalo keluargaku malah sangat musikal, lagi bengong aja kalo pas ngumpul suka pada "klothekan" 😁


Umi & Upi penyanyi, mereka nge band bareng, Upi main Bass, Umi nyanyi. Umi malah pernah juara nyanyi Keroncong di TVRI dulu. Upi pernah ndiriin Grup Tong Tong Klek buat anak-anak muda sekitar rumah, dan ngarang lagu buat mereka bawain ☺️ Aku dari TK udah ikut nyanyi nDuetin Upi pakai suara 2. Adek ku Teo nge band pas muda nya, dia nyanyi & main gitar. Aku juga gabung di beberapa band, salah satunya band cewek-cewek semua dan nekat jadi pemain drum nya 😁


Ternyata bakat musik menurun ke Little Zio ponakanku ☺️ Dari umur 2 tahun dia suka nyanyi dan tau nada, dijabanin nyanyi pakai suara rendah demi in tune sama iringan musiknya, haha 😁


Lalu tambah lagi 2 menantu yang datang kekeluarga kami, Widya juga suka nyanyi, kalo Pak Cemprut suka nyanyi juga, tapi kadang suka fals-fals dikit, hihi ✌🏻️😚 Pak Cemprut akhirnya bisa main gitar hasil belajar dari aku waktu kuliah dulu, sekarang malah jagoan dia main gitarnya 👌🏻☺️


Naaaah...kalo biasanya semua lagi pada ngumpul nih, kami suka berdendang bersama ☺️ Ada yang main gitar, nyanyi sok pada pecah suara, pada klothekan bunyiin benda apa aja yang deket sama kita, mirip-mirip lah adegannya sama gambar "Foto Keluarga" ini ☺️ 


Ini paper Diorama kedua yang aku bikin setelah bikin si Sperm Whale. Kepikiran 'feel' nya dan gambaran adegannya, langsung aja ambil kertas dan watercolor, cap cus oret-oret, gunting dan tempel drh 😊 Project ini cukup mbikin punggung pegel banget, banyak banget printilannya, haha 😅  Sengaja dibanyakin warna 'hangat' nya karena masih berasa suasana Rumah nya Miguel, warnanya banyak yang earthy, hangat dan ngangenin 😊 Yang paling disuka malah bagian lampunya, simple aja sih sebenernya, cuman hasil bloboran watercolor nya itu kayak pancaran cahaya lampu, sukak 😊 Nanti kalo pas bikin lagi, aku sekalian fotoin detail bikinnya deh, biar bisa di share tutorialnya 😊


Rencana akan diperkuat dulu lemnya, abis itu mau di buble wrap dan dikirim ke Rembang, biar di pigurain disana aja, kalo udah dipigurain disini tar ngirimnya riweeeh 😁 Huuffttt...bawaannya jadi kangen kalo liat diorama ini...pengen pulaaaaaaang...hwaaaaa 😭😭😭


Sunday, December 24, 2017

Main Tapestry...!!!

Sekitar setahun lalu, seorang teman ngasih aku loom buat bikin Tapestry katanya. Pada saat itu Tapestry, sedang ada di puncak heits nya, dengan sebutan kekiniannya Weaving, CMIIW 😊  Dari dulu Tapestry jadi salah satu kesukaanku, karena jadi salah satu details dari era favoritku, Hippies Bohemian 😊 Tapi suka-suka doang, nggak pernah berniat bikin, karena urusan tenun menenun itu adalah momok besar di otakku, haha, jiper duluan sebelom nyobain 😜

Tapi terus karena udah ada loom nya, benangnya juga ada banyak waktu itu ( dapet dari rebutan bagi-bagi benang di Crafty Days Tobucil 😅 ), akhirnya mau nyoba juga 😊 Udah nyoba liat video tutorial di Youtube, alhasil malah tambah puyeng 😅 Mencoba memahami lewat gambar-gambar tutorial aja, apalagi malah tambah puyeng 😝 Seperti biasa aja lah, trial by error dengans emangat nothing to loose adalah cara paling pas buat akooh 👌😁 

Nah, kemarin ini mendadak sehabis nyapu rumah pagi-pagi, kepikiran pengen banget nyobain main Tapestry lagi setelah satu tahun, 2 purnama & 1 gerhana terlewati, halaaaah 😛 Langsung ambil benang-benang sepunyanya aja, ada yang tinggal seuprit, ada yang titpis, digulung-gulung jadiin satu biar keliatan tebel, dan paling penting biar cepet penuh, haha 😄





Alhamdulillah ya...dengan ilmu mengarang bebas yang penting asik nenunnya bisa jadi juga 👌😚  Kok pas juga warna-warnanya cukup mewakili Bu Cemprut yang maniez (plis iya in aja 🙏) 😊 Sebenernya bagian belakang pom-pom putih itu bolong, haha, usaha yang sangat cerdik buat nutupin lubangnya 😅  Karena aku nggak punya jarum berlubang besar, aku pakai jarum bikin sendiri dari karton, jadi pas mau gabungin benang Ungu ke Toska nggak bisa dong ya nyelip-nyelip diantaranya, bolong lah jadinya 😅

Oia, Jarum Karton yang aku maksud itu potongan Karton super tebal, sekitar 1 x 4 cm, ujungnya dibolongin pakai puncher, ujung satunya lagi dipotong seperti ujung anak panah. Masukan ujung benang di lubang, lalu ikat dilubangnya biar gak lepas-lepas, abis itu siap dipakai nenun deh 👌😊 Maaf ya gak ada gambarnya, lupa motoin nya 😁



Ini Tapestry kedua yang aku bikin, waktu itu niatnya keluar dari zona aman, pakai warna benang yang monokrom, sebenernya juga biar benang warna monokromnya cepet abis sih, haha, soalnya jarang dipakai 😅  Turns out, aku malah suka hasil jadinya, hihi, karena mungkin jarang-jarang aku punya ato bikin benda warna monokrom, begitu punya trus jadi eksklusif keliatannya ya 😊



Kalau yang ini tapestry pertama yang juga jadi favorit, karena bikinnya nguras hati dan pikiran, haha 😆 Suka sama warna-warni terangnya, juga usaha dibaliknya tentu saja, hihi 😁 Waktu itu ada temen yang mau beli, tapiiiii nggak mungkin aku lepas, memorinya itu loh, susah diulang lagi, feel nya udah ketanem disitu, tak terhingga harganya tentu saja, halaaaah 😛

Jadi begitulah sekelumit cerita Bu Cemprut tentang pengalamannya main Tapestry, ya....kita tunggu sekitaaaaar...1 tahun lagi lah sampai bikin karya Tapestry selanjutnya, haha 😆 Semoga nggak selama itu lah yaaaa 🙋